Posts

Underrated Family Quality Time #1. Diskusi a.k.a Ngobrol

Salah satu privilege besar yang saya sadari adalah banyaknya "discussion-time" di keluarga, sejak kecil. Setelah sy refleksikan kembali, budaya diskusi ini dibangun bertahap sejak kecil. Bahan diskusi/ obrolan bisa dibagi jadi 2 kategori:  - Hal2 yg terjadi di internal diri & keluarga - Hal2 yg terjadi di eksternal (contoh: berita apa yg terjadi di luaran sana, hal2 yg diamati di jalanan)  Apa saja tahapan membudayakan diskusi yang dilakukan orang tua saya sejak kecil? Usia TK Dimulai saat saya pra-sekolah, hampir setiap hari ibu saya menanyakan hal detil yang terjadi  keseharian. Contoh: Tadi dapat makan apa? Hari ini main apa sama siapa? Hari ini apa ada temanmu yang sedih di sekolah, gimana ceritanya? Dll.    Tentu saja tidak cuma tanya2 saja tapi bapak ibu saya juga sering membacakan buku cerita, atau kadang cerita juga aktivitas mereka. Hal ini juga penting sebagai stimulus contoh unt anak, bagaimana cara mengomunikasikan pengalaman kesehariannya.  Usia SD kelas

Ramadhan Project 1445H

Image
Ramadhan 3 tahun lalu, saya mengenal kisah keluarga dik Abdurrahman di Australia yang rutin membuat project Ramadhan untuk berbagi. Ibu dik Abdurrahman setiap tahun mengajari anak-anak lelakinya memasak, menjahit (as a survival skill), untuk membuat karya (kue, sajadah lipat, dll) yang bisa dijual, lalu hasil penjualannya dikirim ke Indonesia untuk dibagi-bagikan kepada yang membutuhkan, dalam bentuk parsel Ramadhan. Sejak itu, saya terinspirasi dan bertekad akan berusaha melakukan hal yang sama pada anak-anak saya ketika usianya sudah cukup untuk sabar dalam beraktivitas bersama serta dapat diajak diskusi tentang pemaknaan prosesnya. Mengajaknya berbagi tidak sekedar mencemplungkan uang ke kotak infak, tapi mengajaknya mengalami siklus 'berbuat sesuatu', 'meluangkan waktu dan tenaga', 'berkarya', dan mengikhlaskan hasilnya untuk orang lain.  Akhirnya masa yang saya tunggu-tunggu pun tiba! Di usia 5 tahun ini, Salman selalu tertarik kalau saya upyek mencoba rese

Indonesia: Tempat Berlindung Siapa?

Saya pernah berada pada masa apatis terhadap kondisi politik negara, dan tidak peduli terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Buat saya waktu itu, semua yang keluar dari mulut penguasa adalah hal-hal normatif, kurang menarik, dan tidak kelihatan dampaknya. Termasuk waktu itu, saya apatis pada masa pemilu dan tentu saja saya golput dan memilih tidak mau terlibat pada hiruk pikuk pesta demokrasi. Sampai akhirnya saya mendapatkan kesempatan tinggal bersama masyarakat di daerah pelosok membuat saya sadar, bagaimana kebijakan strategis pusat berdampak banyak pada kehidupan masyarakat, bahkan bisa bertahun-tahun setelah kebijakan itu tak lagi diterapkan.  Saya tinggal di desa paling selatan, di pulau paling selatan di NTT. Pertama kali saya menginjakkan kaki di sana pada musim kemarau, saya melihat hamparan savana kering dan sapi-sapi ternak kurus yang kadang menyebrang jalan. Musim kemarau sungguh panas dan kering, sampai-sampai beberapa teman kami untuk mandi pun harus menumpang ke desa l

(Cuma) Pisang Godhog

Image
Malam itu malam yang sederhana. Beberapa tahun yang lalu. Saya ikut menemani bapak ibu yang lagi kangen makan penyetan di warung yang tak seberapa jauh dari rumah. Selesai makan, ketika itu sudah lebih dari pukul 9 seingat saya. Baru akan membuka mobil, kami melihat mbah putri, seorang nenek-nenek berjualan pisang godhog & kacang godhog di dekat tempat kami parkir. Gelap, beliau seorang diri dengan tampah berisi dagangannya. Ibu mendekati beliau, membeli satu tas kresek penuh pisang godhog & kacang godhog. "Bu, sudah malam begini di rumah siapa yang mau makan?", tanya saya. "Membeli sesuatu tidak harus selalu karena kita ingin barangnya kan?" jawab bapak. "Hebat ya simbah tadi, sudah malam masih sabar jualan. Banyak yang lain yang memilih minta-minta" timpal ibu. Maka saya sadar bahwa hakikat membeli bukan hanya tentang menghargai "sesuatu" yang kita inginkan, tetapi tentang menghargai usaha sang penjual, dan belajar berbagi kebahagiaan

Rezeki itu Allah yang ngatur, Nduk (part 1)

Image
Hidup di negeri orang saya akui susah susah gampang dan asik asik menantang. Alhamdulillah tentu saja saya bersyukur karena diberi Allah sejuta kesempatan belajar satu dan lain hal. Salah satu hal yang saya merasa banyak disadarkan adalah tentang REZEKI Umumnya orang mengidentikkan rezeki dengan uang, atau materi. Sedangkan dari sudut pandang saya sebagai remaja tanggung sok tau dan sok bijak, nampaknya rezeki bisa diartikan lebih luas yakni "kemudahan", dalam hal apapun itu. Nah, saya tidak akan membahas lebih jauh tentang rezeki. Saya ingin berbagi tentang kemurahan Allah dalam memberi saya selautan "kemudahan" di saat yang tepat, seperti beberapa contoh berikut. 1. Kemudahan : belajar budaya Sejak keputusan saya merantau, saya bertekad ingin hidup mandiri. Di awal semester satu, saya rajin iseng mendaftar part-time job, dari jadi waitress di restaurant sampai jadi assistant di kampus. Hasilnya, nihil, haha. Sebagai mahasiswi culun baru masuk kampus, saya

Maka nikmat mana lagi yang kamu dustakan??

Tiba-tiba saya ngebet banget nulis, ingin share d blog. Ada satu kejadian 2 hari yang lalu yang ingin saya share di sini. Hari itu, saya bersama teman2 circle (club di kampus) seperti biasa mengadakan kunjungan bulanan ke Rumah Sakit yang bernama Nishibeppu byouin. Ya, inilah salah satu kegiatan rutin kami, mengunjungi pasien yang kurang beruntung secara fisik maupun mental. Pasien2 ini adalah mereka yang hidupnya selalu bergantung pada alat2 rumah sakit, karena tingkat imunitas merka pun dibawah normal. maka tak sedikit dr mreka yang telah menghabiskan lebih dr 10 th hidupnya d rumah sakit ini. Sedikit bercerita tentang latar belakang kegiatan ini, kami bekerjasama dengan salah satu NPO(yaa gampangannya kelompok kecil gitu) ibu ibu di oita yang mencoba mengusahakan terapi kecil2an melalui musik. Maka kami pun bernyanyi lagu2 riang, memainkan musik bersama mereka, perawat, dan pasien di sana. Jujur saja, hampir 2 th lalu pertama kali saya diajak ikut kegiatan ini dengan teman say

Kami Berani Bermimpi

Assalamu'alaykum :D Lama sekali rasanya tak jumpa dengan blog ini. Terakhir kali saya post tentang Morning Sick, bahkan saya tulis target2 menulis saya. Namun, tak ada post2 yang berkelanjutan setelah itu. Ironis sekali, haha.  Baiklah, saya yang sedang dalam masa liburan ini tiba2 saja kangen menarikan jari2 ini untuk berbagi cerita. yosh paling tidak saya mulai dari hari ini. Siang ini, tiba2 saya teringat perbincangan tadi mlam dengan sahabat saya, Sessy; Sessy : iya jek, jadi kita s1 ini kan masih general, ilmunya masih coba2, nah gimana kalo kita lulus trus s2 dulu, kita gali ilmu yang lebih deep trus stelah lulus kita terjun deh ke masyarakat, jadi ilmu kita udah mantep gitu, bisa lebih bermanfaat Jeki : enggak ses, kita ini kan s1 sekarang masih muda, kita bikin sibuk tuh diri kita dengan kegiatan, kita pupuk idealisme muda. Stelah itu, kita coba terjun ke masyarakat. Disitulah nanti kita akan belajar toleransi antara idealisme kita dan realita. setelah tahu realita